Friday 10 February 2017

Badai di atas Gunung Sumbing 3.371 MDPL


Badai di atas Gunung Sumbing 3.371 MDPL

(Cerita ini gue angkat kerena tertarik sama kisah sodara gue yang orangnya rada koplak, semua cerita yang gua buat disini asli tanpa editan atau apapun, karna emang hasil buatan cerita sodara gue sendiri yang di Share di facebooknya)

=======================
"BADAI DI ATAS SUMBING"
=======================

PART I : SEBUAH KEPUTUSAN
hmm.. padahal sebenernya gue udah mau menggagalkan rencana pendakian sejak 2 minggu sebelum
keberangkatan, bahkan saat siap- siap berangkat dari Jakarta menuju Wonosobo udah berpikir kalau
seandainya nanti cuacanya ga bagus, gue stay di Base Camp pendakian aja. Iya gitu, gue khawatir,
lantaran cuaca emang lagi ga karuan banget, bahkan di tengah kota sekalipun cuaca kerasa menyeramkan
banget.
Tapi semangat dari temen- temen rombongan pendaki lain yang tetep pingin naik berhasil mematahkan
kekhawatiran gue, dan hati emang ga bisa dibohongin, gue rindu menghirup udara segar di ketinggian!
----
Ok, gue telah selesai mengambil keputusan, lalu berdoa semoga kami selalu dalam lindungan Allah,
semoga Dia menjadikan alam sebagai sahabat kami, karna alam hanya bergerak sesuai dengan komandoNya.
Mulai repacking carrier, siapin doping ( coklat, madu sachette, air minum & roqo kretek) di tempat
yang paling mudah terjamah. Perjalanan pun dimulai jam 11.30 dengan naik ojek motor trail lewat
kawasan pemukiman & pertanian warga sampai ke pos 1 demi menghemat waktu. Pendakian dengan berjalan
kaki dimulai dari pos 1 dan sampai di pos 3/ camping ground sekitar jam 15.00.

//////////////////////////////////////////////////////////////////////////////

PART II : SAMBUTAN MANIS DARI ALAM
( tolong baca part ini sambil puter "Welcome to the Jungle" nya Gunsoros)
Sesampainya di pos 3, kami disambut hujan ringan disertai angin badai yang lumayan......... gitu
deh... "WUSSS WUSSS WUSS" begitu suara angin yang seolah- olah lagi nyanyi, kalo ditafsirkan kira-
kira kaya gini nyanyiannya: "Halo bosku, welcome to the jungle, watch it bring you to your
syanananananananana knees, knees"
.
Ga pake basa basi, langsung aja kami pasang tenda buat memperkuat pertahanan dari dinginnya udara.
Kebetulan gue satu kavling sama pentolan- pentolan pendakian, tenda kami jadi yang paling mewah. Dua
tenda dibangun dengan posisi letter L menghadap ke pohon- pohon yang juga bentuk letter L (jadi bentuk
kavlingnya kotak). Permukaan tanah diratakan biar tidur jadi lebih nyaman, trus kavling kami dikelilingi
fly sheet biar angin ga masuk, DOUBLE PROTECTIONG! Oiya, di salah satu tenda juga dilengkapi keset
yang dibuat dari dedaunan di depan pintu masuk tenda. Kami sebut kavling ini sebagai "Tenda Bintang
Lima". 
Akhirnya bisa istirahat juga biarpun harus masang tenda sambil balapan sama cuaca.

//////////////////////////////////////////////////////////////////////////////

PART III : BADAI BELUM USAI
( ga banyak cerita di part ini, karna lebih banyak tidurnya, tapi coba bacanya sambil puter lagu2
horror, biarpun sebenernya ga horror)

Tenda udah kepasang, waktunya istirahat sambil ngopi, ngeroqo, becanda2, main PS, nonton DVD, karaoke,
fitness, video call sama kerabat biarpun ga ada sinyal, handstand, kopstand, breakdance, ahelah
kebanyakan. Tapi cuaca makin mengkhawatirkan, angin makin kenceng, gue sempet pesimis.. paham kan
pesimis yang kaya gimana? Tapi ya udah, let it be.. ga ada yang bisa dikerjain selain berdoa dan
istirahat, untungnya tenda kami adalah yang paling ceria dibanding tetangga- tetangga yang lain, bisa
dibilang satu- satunya tenda yang berisik malam itu, lumayan lah buat mencairkan kekhawatiran akan
badai.
Gue tidur cepet, pake baju & celana dobel, kaos kaki, sarung tangan, jaket, buff, earflap, thermal
biffy, terakhir sleeping bag. Gue sebut proteksi itu sebagai "QUINTUPLE PROTECTIONG"!!! Dan gue pun
berhasil tidur dengan lelap biarpun dikelilingi ketakutan.

//////////////////////////////////////////////////////////////////////////////

PART IV : DISKUSI
( ga usah puter2 lagu lah, ribet)

Kebangun jam 3 pagi, temen- temen yang lain masih pada tidur, badai belum juga reda, angin masih
kenceng. Sebats dulu lah biar agak tenang. Ga lama setelah itu beberapa temen ikut kebangun, yaudah
kita ngopi- ngopi dulu. Lalu dari sela- sela benteng tenda kami yang dibangun dari flysheet muncul
sesosok kepala, kita ga kaget sih, itu tetangga sebelah, cuma mau nanya "di sini anget ga? tenda gue
merosot, si M (cewek) ga bisa tidur, menggigil dia". Ya anget lah, masa tenda bintang lima ga anget.
Mengungsi lah mereka ke tenda kami yang mewah. Gue pun ke luar tenda, tukeran sama tetangga yang
kedinginan tadi. Dan kebetulan, si pengungsi ini jago masak dan nyimpen banyak logistik pribadi, jadi
selamat bergabung dengan keluarga kami, Mr. Chef!
Berhubung temen- temen di kavling mewah ini kelaparan karna semalem ga kebagian makan besar, si chef ini langsung keluarin semua bahan makanannya, dan kita dimasakin oleh beliau. Dan kami pun berpesta pora saat itu.
Kemewahan kavling, suara- suara ceria yang kami buat, serta bau masakan menjadi daya tarik bagi penghuni kavling- kavling sebelah. Satu persatu tetangga ngungsi ke kavling kami, kalo ditotal ada sekitar 12 orang. Kavling itu pun semakin hangat karna semakin banyak penghuninya.
Sambil berpesta di tengah- tengah badai, kami mendiskusikan sebuah hal yang sangat penting. Begini kira- kira isi percakapannya:
A : Summit ga nih?
Gue : Ga ah, ngeri
C : Kalo ada yang mau summit gue mau deh
D : Ga usah summit lah, bahaya
E : Iya gue juga ngeri
* Lanjut makan, ngopi, ngeroqo, sambil mengulang- ngulang percakapan yang sama.

//////////////////////////////////////////////////////////////////////////////

PART V : ROAD TO SUMMIT

Di saat kami sedang mengulang- ngulang percakapan di atas, badai perlahan mulai reda. Terus ada yang teriak dari luar kavling "ayo summit lah, siapa aja yang mau berangkat".
Bener- bener ga konsisten, sebagian besar penghuni kavling mewah langsung pada siap- siap untuk summit, padahal baru 30 menit yang lalu bilang ga mau summit. Ya, sekali lagi, semangat temen- temen yang lain berhasil melunturkan kekhawatiran kami akan cuaca, karna sebagian besar dari rombongan pendaki memutuskan untuk berangkat ke puncak.
Berbekal air minum secukupnya, doping, P3K & headlamp, kami berangkat ke puncak sekitar jam 4.30.
30 menit pertama masih kedengeran suara- suara ketawa dari temen- temen lantaran cuaca emang udah agak kondusif. Tapi setelah itu suasana berubah, angin mulai kencang lagi, ternyata badai belum reda.
"Lanjut ga nih?", tanya salah satu pendaki. Ga ada yang jawab, galau semua. Ga pake basa- basi, ternyata barisan paling depan udah mulai lanjut jalan, yang di belakangnya pun spontan lanjut jalan. Pendakian menuju puncak pun berlanjut biarpun badai masih berlangsung.

Sepanjang perjalanan gue seringkali nengok ke belakang, liatin awan Lenticular yang posisinya ada di antara Sindoro dan Sumbing. Angin memang berhembus ke arah Sindoro, tapi kencangnya itu, bukan maennn, sedikit alpa aja badan gue yang kerempeng kaya layangan ini bisa ketiup angin, dan seandainya badai bener- bener turun lagi, gue ga bisa lari kemana- mana, dan ga ada tempat berlindung. Antara pesimis akan keselamatan gue dan keinginan yang kuat untuk menjadi salah seorang saksi atas kebesaran Allah, pada pendakian yang terbilang cukup ekstrem ini, gue tetep melanjutkan perjalanan sambil terus berdoa. Gue jadi berasa kaya Froddo Baggins waktu perjalanan untuk ngancurin cincin di trilogi Lord Of The Rings.

30 menit menjelang puncak, kekhawatiran kami mereda, Allah telah menjawab doa kami, dan alam benar- benar telah menyatu dengan hati kami. Hembusan angin mulai normal, langit cerah, dan awan lenticular yang bikin deg-degan itu juga hilang. Setelah kurang lebih 4 jam perjalanan dari camping ground, 
kami pun tiba di puncak Gunung Sumbing, 3371 meter di atas permukaan laut, terbayar sudah perjalanan kami.
Demi keselamatan, kami ga berlama- lama di puncak gunung, karna cuaca bisa berubah kapan aja, ga sampe setengah jam, selesai foto- foto, kami turun ke camp, istirahat sebentar, packing, lanjut turun ke kaki gunung dengan sehat selamat sebagaimana saat kami memulai pendakian.
-TAMAT UDAH-
*tambahan :
sepanjang perjalanan gue ga sempet moto2, cuma pas di puncak doang, itu juga cuma berapa kali jepret. tapi alhamdulillah, anak soleh mah ada aja yang jepretin, kebagian banyak foto candid juga dari temen- temen.

Badai di atas Gunung Sumbing 3.371 MDPL

Badai di atas Gunung Sumbing 3.371 MDPL

Badai di atas Gunung Sumbing 3.371 MDPL


Thanks untuk MR.R yang udah mengijinkan untuk ceritanya di angkat disini 😀
Salam Mountaineer

0 komentar: